Dua bulan setelah erupsi Gunung Lewotobi Laki-laki yang terjadi di Kabupaten Flores Timur pada November 2024, ribuan warga masih berjuang untuk pulih dari dampak bencana. Menurut data yang telah dikumpulkan oleh tim Save the Children di lapangan, per 29 Desember 2024, tercatat 7.256 pengungsi yang masih tinggal di Pos Lapangan maupun rumah warga sebagai pengungsi mandiri. Dari jumlah tersebut, sebanyak 1.682 adalah anak-anak, termasuk 521 bayi dan balita serta 1.161 anak usia sekolah yang tersebar di kelompok bermain, SD, SMP, dan SMA.
Para pengungsi ini tinggal di beberapa titik pengungsian serta rumah warga di lebih dari 60 desa di Kabupaten Flores Timur. Selain itu, beberapa pengungsi lain juga dilaporkan berada di kabupaten lain yang terdampak, dengan kondisi yang masih memerlukan bantuan.
Berbagai upaya terus dilakukan oleh Save the Children Indonesia dan mitra, CIS Timor, untuk membantu para penyintas erupsi Gunung Lewotobi Laki-Laki. Sejak 31 Desember 2024 sampai 6 Januari 2025 telah didistribusikan 1.400 hygiene kits (paket kebersihan) dan 1.750 back-to-school kits (paket perlengkapan sekolah) di tujuh titik di Kabupaten Flores Timur. Lokasi-lokasi ini dipilih berdasarkan jumlah pengungsi terdampak, aksesibilitas yang menantang, dan letaknya yang berada di perbatasan wilayah terdampak.
“Titik titik ini dipilih karena memiliki jumlah pengungsi terdampak terbanyak, akses yang menantang, dan berada di perbatasan. Namun, tantangan seperti tidak terprediksinya letusan yang masih sekali-sekali terjadi, rumah dan gedung sekolah yang rusak dan tidak bisa digunakan, dan kehilangan mata pencaharian utama warga, masih menghambat proses pemulihan,” ujar Agustinus Mau Tukan, anggota tim respon kemanusiaan dan KREASI Innovation & Ecosystem Partnership Manager Save the Children Indonesia. Saat ini tim respon kemanusiaan Save the Children masih berada di lokasi pengungsian untuk memberikan bantuan langsung.
Germana, seorang ibu dan kepala sekolah salah satu SD, mengungkapkan rasa syukurnya. “Paket kebersihan yang kami terima, itu suatu hal yang luar biasa. Selama ini kami lebih banyak terimanya sembako. Saya rasa tersentuh sekali, saya rasa macam diperhatikan secara khusus. Saya sampaikan terima kasih banyak kepada Save the Children,” ujarnya.
Germana juga menceritakan tentang kondisi Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) di sekolah yang tetap berjalan meski masih mengungsi. Sebagai kepala sekolah, ia mengatur jam belajar dan proses KBM yang dilakukan di tenda-tenda pengungsian erupsi Gunung Lewotobi Laki-Laki.
“Aktivitas belajar mengajarnya seperti biasa tapi tidak sesuai dengan waktu yang normal. Kita hanya manfaatkan satu hari dua sampai tiga jam itu juga kita buat pembelajaran di camp-camp saja. Karena di ruang kelas digunakan oleh lansia dan balita untuk mengungsi,”
Sementara itu, Haidi*, 11 tahun, seorang siswa kelas 6 SD, menyatakan kebahagiaan dan harapannya setelah menerima paket perlengkapan sekolah. “Perasaanya bahagia karena ada yang membantu kami. Harapannya gunung cepat pulih supaya kami bisa belajar dengan baik di gedung sekolah,” ungkapnya penuh harapan.
Letusan Gunung Lewotobi Laki-laki yang tidak terprediksi masih sesekali terjadi. Hal ini menjadi tantangan besar yang menghambat proses pemulihan dan menyebabkan kekhawatiran para pengungsi. Selain itu, kerusakan pada rumah-rumah dan gedung sekolah membuat banyak keluarga kehilangan tempat tinggal dan anak-anak harus belajar di ruang darurat.
Kehilangan mata pencaharian juga menjadi tantangan berat bagi warga terdampak erupsi Gunung Lewotobi Laki-Laki. Sebagian besar penduduk yang bergantung pada pertanian dan peternakan menghadapi kesulitan untuk memulai kembali aktivitas ekonomi mereka. Namun demikian, awal tahun ini menjadi momentum untuk menyalakan kembali harapan.
“Kami berharap bantuan ini dapat meringankan beban para pengungsi dan memberikan mereka harapan untuk memulai tahun baru dengan lebih baik. Kita semua harus bekerja sama untuk memastikan mereka dapat kembali menjalani kehidupan yang normal,” ujar Wiwied Trisnadi, Senior Humanitarian Manager Save the Children Indonesia.
*nama disamarkan untuk melindungi anak