Di lanskap indah Sumba Barat Daya, Indonesia, gerakan yang tenang namun transformatif sedang terjadi. Ovin dan Markus mengambil tantangan untuk mengatasi masalah mendesak tentang Pernikahan Anak, Dini, dan Paksa di komunitas mereka.
Ovin, tujuh belas tahun, seorang siswa sekolah menengah atas, mengenang momen penting yang menginspirasinya untuk bergabung dengan kampanye.
“Ketika orang dewasa yang menyenangkan dari Sumba Cendekia Bestari (mitra pelaksana SC Indonesia) mempresentasikan data perkawinan anak di Indonesia, khususnya di Sumba Barat Daya, saya kaget dan sedih. Rasanya pribadi karena banyak gadis seusia saya dipaksa menikah, kehilangan masa kecil dan hak-hak mereka,” katanya.

Termotivasi oleh empati, Ovin bergabung dengan Tim Agen Perubahan untuk membantu korban dan mempelajari lebih lanjut tentang masalah ini. SHIFT Save the Children berperan penting bagi Ovin untuk tumbuh. Dia mengasah keterampilan berbicara di depan umum, belajar merancang kampanye yang ditargetkan, dan merangkul kerja tim.
“Sekarang, saya memiliki kepercayaan diri untuk membahas hak-hak anak dan pencegahan kekerasan dengan rekan-rekan dan keluarga saya. Yang terpenting, saya tahu bagaimana melaporkan insiden kekerasan terhadap anak-anak,” katanya.
Melalui upayanya, teman-teman sekolah Ovin berpartisipasi dalam diskusi tentang hak-hak mereka dan bahaya perkawinan anak. Tindakannya menunjukkan bagaimana kesadaran memicu rasa ingin tahu dan dialog, menciptakan riak perubahan dalam komunitasnya.

Markus, delapan belas tahun, anggota senior dan aktif dari OSIS dan marching band sekolahnya, membawa perspektif yang sangat pribadi. Menyaksikan pernikahan anak di komunitasnya, dia merasa terdorong untuk berbicara untuk teman-temannya.
“Saya percaya orang-orang muda memiliki kekuatan untuk berbicara dan mendukung para korban praktik ini,” tegas Markus.
SHIFT melengkapi Markus dengan sumber daya untuk mengidentifikasi akar penyebab, merancang materi kampanye yang menarik, dan berkolaborasi dengan teman-teman kreatif untuk memastikan pendekatan yang sensitif secara budaya.
“Perkawinan anak adalah topik sensitif di wilayah kami, jadi kami harus menciptakan metode yang aman, menarik, dan berdampak,” jelasnya.
Salah satu pengalamannya yang paling berkesan adalah meluncurkan kampanye mereka. Dengan menggunakan aktivitas interaktif seperti kuis dan permainan teka-teki, timnya membuat pembelajaran menjadi menyenangkan bagi peserta. Markus menyoroti tanggapan positif dari guru dan siswa, beberapa bahkan menyarankan perluasan topik untuk memasukkan pencegahan bullying.
Ovin dan Markus bertekad untuk melanjutkan advokasi mereka di luar SHIFT. Ovin bercita-cita menjadi Agen Perubahan seumur hidup, dengan berani membela hak-hak anak ke mana pun dia pergi. Markus membayangkan bergabung dengan gerakan perlindungan anak di Sumba Barat Daya. Kisah mereka adalah bukti kekuatan inisiatif yang dipimpin oleh anak dan remaja. Pemimpin muda seperti Ovin dan Markus tidak hanya menangani masalah sosial yang kritis tetapi juga menginspirasi generasi baru untuk percaya pada kekuatan suara dan tindakan mereka.
Sebagai bagian dari kampanye ini, sebuah film pendek berjudul Stop Perkawinan Anak untuk Masa Depan yang Lebih Baik telah diproduksi. Video ini menggambarkan konsekuensi nyata dari perkawinan anak dan mengingatkan kita tentang risiko besar jika praktik ini dibiarkan terus terjadi. Video ini dapat menjadi sarana edukasi dan inspirasi bagi masyarakat luas untuk bersama-sama melawan perkawinan anak demi masa depan yang lebih cerah bagi generasi mendatang.