
Save the Children dan Nutrition International menjalankan program kesehatan dan gizi bernama Better Investment for Stunting Alleviation (BISA) di Jawa Barat dan Nusa Tenggara Timur (NTT) pada tahun 2019-2024. Program ini merupakan bagian dari dukungan kepada pemerintah Indonesia dalam menurunkan angka stunting. Salah satu caranya adalah dengan kegiatan edukasi bagi ibu hamil, ibu menyusui, dan ibu/pengasuh balita melalui pendekatan Emo-Demo.
Emo-Demo, akronim dari Emotional Demonstration, adalah metode edukasi interaktif untuk menggugah emosi ibu/pengasuh balita dalam memperbaiki kualitas Pemberian Makan Bayi dan Anak (PMBA) sesuai tahap tumbuh kembang anak. Sesinya dirancang untuk menciptakan momen mengejutkan atau re-evaluasi bagi peserta. Kegiatannya merupakan gabungan dari beberapa metode pembelajaran berbeda, yaitu memberikan informasi dan ketrampilan baru, belajar melalui praktik langsung dan eksperiman, dan menggugah perasaan dan ide-ide inspirasional.
Kementerian Kesehatan RI dengan Global Alliance for Improved Nutrition (GAIN) telah mengembangkan metode ini untuk meminimalisir pemberian informasi kesehatan dan gizi dengan metode penyuluhan atau pengajaran.
Di Jawa Barat, Save the Children telah menjalankan kegiatan Emo-Demo di Kabupaten Bandung Barat sejak tahun 2021. Program ini dilakukan bersama dengan Dinas Kesehatan, Tim Penggerak Pemberdayaan dan Kesejahteraan Keluarga (TP PKK), Puskesmas, dan Posyandu. Prosesnya diawali dengan pelatihan berjenjang (training of trainers) bagi fasilitator tingkat kabupaten hingga desa, melibatkan anggota TP PKK dan para kader kesehatan. Setelah fasilitator di desa siap, rangkaian sesi Emo-Demo dilakukan setiap bulan pada saat kegiatan rutin Posyandu.

Bagi fasilitator kegiatan, pendekatan ini memudahkan mereka dalam menyampaikan materi kepada peserta. Dita Aulia Mumbaitsah, staf Promosi Kesehatan di Puskesmas Sumur Bandung, bercerita bahwa Emo-Demo membuat peserta terlibat aktif dalam kegiatan.
“Pesertanya senang, kami juga senang. Terus, percaya diri (kami) meningkat. Jadi setelah mengikuti itu, terus ikut ke desa, mendampingi kadernya. Kami jadi lebih tahu, oh iya harusnya itu kayak begini. Ada yang salah-salah sedikit waktu TOT (training of trainers) , bisa diperbaiki ketika mendampingi kader,” ungkap Dita.
Hingga kini, Save the Children telah mendampingi 20 desa di tujuh kecamatan dan sembilan Puskesmas di Kabupaten Bandung Barat. Rangkaian sesi Emo-Demo telah berlangsung di 118 Posyandu serta 10 pertemuan non Posyandu, termasuk kelas Bina Keluarga Balita (BKB) dan pertemuan PKK desa.
Rangkaian sesi Emo-Demo mencakup 12 topik dan dibagi ke dalam dua tahap, masing-masing enam topik. Enam topik tahap pertama meliputi: 1) ASI Saja Cukup; 2) Ikatan Ibu dan Anak; 3) Siap Bepergian; 4) Harapan Ibu; 5) CTPS “Orang Tua Bertangan Ajaib” dan “Yakin Bersih?”; dan 6) CTPS Teruskan dan Tularkan. CTPS adalah singkatan dari Cuci Tangan Pakai Sabun.
Enam topik berikutnya adalah: 7) Teori dan Praktik ATIKA Sumber Zat Besi; 8) Membayangkan Masa Depan Anak; 9) Menyusun Balok Tumbuh Kembang Anak; 10) Jadwal Makan Bayi dan Anak; 11) Porsi Makan Bayi dan Anak; dan 12) Sesi Cemilan Sembarangan. ATIKA adalah akronim dari hati ayam, telur ayam, ikan.

Elis, seorang ibu peserta, menceritakan pengalamannya mengikuti sesi Emo Demo. Bagi Elis, sesi paling menarik adalah Menyusun Balok Tumbuh Kembang Anak. Saat itu, anaknya berusia dua bulan. Dia juga sangat terkesan dengan sesi Porsi Makan Bayi dan Anak.
“(Saya suka sesi) keseimbangan gizi, yang menumpuk-numpuk balok itu. Soalnya seru saja gitu, sudah tua kayak begini, ada permainan juga, apalagi pas imunisasi (anak),” tutur Elis.
Peserta lain adalah Zaenab. Dia terkesan dengan sesi Menyusun Balok Tumbuh Kembang Anak dan Jadwal Makan Bayi dan Anak. Baginya dua hal ini penting untuk diterapkan sehari-hari.
“Dari penyesuaian makan bayi dan anak, saya belajar dan mengetahui kalau anak jangan diberikan camilan satu jam sebelum makan,” kata Zaenab.

Bicara soal camilan, Siti Maryam sangat terkesan dengan sesi Cemilan Sembarangan. Ia menjadi lebih perhatian dalam memilah makanan untuk sang anak.
“Setiap hari, saya memberikan cemilan itu, ternyata cemilan itu tidak sehat. Nah, setelah saya tahu dan anak juga tahu, (dia) jadi mau (saya) kasih biskuit, buah-buahan, dan (saya) membuat cemilan sendiri di rumah. Itu lebih sehat,” tegas Siti.
Tanti telah mengikuti tiga sesi. Ia sangat tertarik dengan sesi ASI Saja Cukup.

“Karena ASI itu nutrisnya banyak. Kedua, lambung bayi masih kecil, jadi ternyata, lebih bagus ASI sepenuhnya,” urainya.
Siti Dian Putri Utami terkesan dengan sesi Teori dan Praktik ATIKA Sumber Zat Besi. Setelah mengikuti sesi ini, ia baru tahu bahwa hati ayam, telur ayam, dan ikan adalah bahan makanan yang mengandung zat besi serta dapat mencegah anemia pada ibu hamil.
Setiap sesi memiliki manfaatnya masing-masing. Nur Aisyah, Kader Pembangunan Manusia di salah satu desa, turut berperan sebagai fasilitator sesi. Namun dia sendiri pun mendapatkan pengetahuan baru dari Emo-Demo. Dia kini menjadi lebih paham bahwa ASI eksklusif bagus bagi tumbuh kenang anaknya.
“Saya juga merasakan perubahan itu, sama anak saya gitu. Ternyata, si anak, kalau sering dikasih susu, tidak nangis. Kalau dulu, kalau nangis, langsung saja dikasih makan,” kenangnya.
Pemerintah daerah terus mendukung penerapan pendekatan ini dalam edukasi untuk orang tua. Nunun Rosida, Ketua Pokja IV TP PKK Bandung Barat, berharap Emo-Demo dapat mengubah perilaku di masyarakat sehingga Kabupaten Bandung Barat bisa mewujudkan visi “zero stunting”.
Dewi Andani, Kepala Bidang Kelembagaan DPMD Kabupaten Bandung Barat, mendukung upaya perluasan program ini ke wilayah lain.
“Dengan adanya program BISA, kami sudah melaksanakan pelatihan di beberapa desa dampingan, maupun desa yang tidak termasuk (dampingan). Mudah-mudahan, desa-desa lain bisa mencontoh. Kami akan mendorongnya melalui kewenangan dan kebijakan desa untuk selalu menganggarkan pelatihan Emo-Demo,” kata Dewi.
Siti Nurhayati, Sekretaris Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMD) Bandung Barat, juga berpendapat bahwa pendekatan ini harus dikenalkan ke desa-desa lain supaya dampak positifnya semakin luas.
“Pada saat program ini sudah tuntas (oleh Save the Children), kami akan melanjutkan terhadap program-program berikutnya, juga untuk (desa-desa) yang di luar sasaran itu. Kalau desa sasaran, itu sudah dilakukan pembinaan-pembinaan, sudah pasti. Namun di luar 20 desa binaan, kami akan terapkan apa yang sudah dilaksanakan oleh Program BISA sebelumnya,” ungkap Siti. •