
Komunitas anak-anak dan orang muda Child Campaigner Yogyakarta mengadakan diskusi dan pentas seni bertajuk “Gemati Bhumiku” untuk menyuarakan isu pengelolaan sampah dan krisis iklim. Kegiatan ini merupakan bagian dari kampanye Aksi Generasi Iklim Save the Children, bekerja sama dengan Kelompok Teater RDJ dan Komunitas Indriyanati.
Diskusi publik dan pentas seni digelar di Malioboro, Yogyakarta, pada Minggu, 16 Oktober 2022. Diskusi publik mengangkat topik pengelolaan sampah di Yogyakarta dan menghadirkan tiga narasumber.
Ketiga narasumber adalah Kak Kokok dari Pramuka Kwarda DI Yogyakarta, Kepala Balai Pengelolaan Sampah Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) DI Yogyakarta Drs Jito, dan seorang anak pegiat praktik hidup minim sampah bernama Arya. Arya, yang kini berusia 12 tahun, bersama orangtuanya telah melakukan pilah sampah sejak dini karena kesadaran untuk menjaga lingkungan.
Untuk pentas seni, anak-anak dan orang muda menampilkan pagelaran teater dan musikalisasi puisi. Kelompok Teater RDJ menampilkan drama berjudul “Plastik Cantik, Bikin Panik”. Sementara itu, Child Campaigner Yogyakarta menampilkan musikalisasi puisi berjudul “Untuk Apa”.

Tema “Gemati Bhumiku” (sayang bumiku), dipilih oleh Child Campaigner Yogyakarta sebagai refleksi atas kasih sayang tulus manusia kepada bumi. Lebih mendalam, Gemati Bhumiku dimaksudkan sebagai wujud meningkatkan kesadaran dan komitmen masyarakat serta berbagai pihak untuk lebih menjaga dan melestarikan bumi. Salah satunya adalah kesadaran tentang pentingnya tidak membuang sampah sembarangan.
Apalagi, sampah masih menjadi persoalan yang sulit diatasi. Menurut data Badan Pembangunan Daerah DIY pada 3 Oktober 2022, total volume sampah mencapai angka 1.133,94 ton per hari. Sementara itu, volume sampah yang bisa diproses dalam sistem pengelolaan sampah terpadu di TPA Piyungan di Yogyakarta hanya sekitar 893,53 ton per hari.
Ini belum termasuk persoalan sampah yang dibuang ke kali atau sungai, hingga hanyut dan menumpuk di hilir sungai, yang akhirnya berdampak negatif bagi masyarakat sekitarnya.

Kisah (18), salah seorang anggota Child Campaigner Yogyakarta, menyoroti banyaknya sampah di TPA Piyungan yang sudah melebihi ambang batas ini. Dia bercerita bahwa pengelolaan sampah yang kurang baik sering menimbulkan bau tak sedap. Apalagi saat musim hujan, sampah semakin tak terkendali.
“Masih banyak orang membuang sampah ke sungai. Jadi ketika hujan deras, ini dapat menimbulkan banjir sampah. Jika sungai kering, sampah menumpuk di pinggir kali dan menyebabkan bau tidak sedap,” ungkap Kisah.
Drs. Jito memberikan apresiasi terhadap acara ini.
“Saya selalu mengatakan, kampanye itu perlu aksi. Saya minta tolong, kepada siapa pun, ayo bareng-bareng! Jadi kegiatan anak-anak dan orang muda dari Save the Children (nantinya) akan mengajak anak-anak muda yang lain. Dengan adanya hal seperti ini terus-menerus, Indonesia pasti akan lebih baik,” ungkap Jito.
“Pesan terakhir saya yang perlu ditanamkan: sampahku, tanggung jawabku,” ungkap Jito. •
