Irda (38 tahun) dan Andi (45 tahun) adalah pasangan petani kakao di Kabupaten Luwu Timur, Sulawesi Selatan. Kebun kakao mereka luasnya 1 hektare. Andi adalah anggota kelompok tani desa serta petani register PT MARS. Selain bertani, Irda dan Andi juga menjalankan usaha warung makan.
Di rumah, Irda melakukan pekerjaan domestik, seperti memasak, mencuci, bersih-bersih rumah, antar jemput anak sekolah, dan pengasuhan anak. Anak mereka empat. Semua pekerjaan domestik ini biasa diurus sendiri oleh Irda tanpa bantuan suami.
Sementara itu, Andi juga mengurus kebun sendiri. Irda tidak terlibat dalam pengambilan keputusan maupun kerja langsung di kebun, seperti pemupukan, penyemprotan, pemanenan, atau penjualan. Semuanya dilakukan oleh Andi. “Ibu hanya mau menerima hasil penjualan kakao, tetapi ketika diminta uang untuk membeli pupuk dan racun, sangat susah,” tutur Andi.
Namun, jurang pemisahan peran tersebut telah menjadi kisah lalu. Setelah mengikuti lokakarya Gender Action Learning System atau GALS, Irda dan Andi telah berbagi peran dengan lebih seimbang.
Rumah Tangga Berkeadilan Gender
Lokakarya GALS diselenggarakan oleh Program GrowHER: Kakao untuk mendorong transformasi norma gender para pasangan suami istri agar hubungan rumah tangga lebih berkeadilan gender. Program ini dikelola oleh Grow Asia, didanai bersama oleh Mars dan GIZ GmbH atas nama Kementerian Federal Jerman untuk Kerja Sama Ekonomi dan Pembangunan (BMZ). Program ini dilaksanakan melalui kemitraan dengan Save the Children Indonesia dan PISAgro (Partnership for Indonesia’s Sustainable Agriculture).

Sesi GALS bagi Irda dan Andi berlangsung pada Maret 2024. Mereka mendapatkan materi terkait keterlibatan yang lebih seimbang antara suami dan istri dalam bisnis pertanian kakao, pengasuhan anak, pekerjaan domestik, dan pengelolaan keuangan yang lebih transparan serta manajemen konflik dalam keluarga.
Pada akhir sesi, Irda dan Andi membuat rencana aksi perubahan. Pertama, Irda akan terlibat dalam pengambilan keputusan di bisnis pertanian kakao. Kedua, Andi akan terlibat dalam pengasuhan anak dan pekerjaan domestik. Ketiga, mereka berdua akan mengelola keuangan secara transparan.
Setelah lokakarya GALS usai dan setiap pasangan memiliki rencana aksi, tim program melakukan tiga kali kunjungan berkala ke rumah setiap pasangan untuk memberikan pendampingan lanjutan. Sesi kunjungan ini berguna untuk memantau dan membantu pasangan agar bisa mencapai rencana aksi dan target keadilan gender.
Ada lima target capaian dalam aksi perubahan ini, yaitu pengambilan keputusan, pembagian peran pengasuhan, pembagian tugas domestik, keuangan, dan manajemen konflik.
Mengambil Keputusan Bersama
Setelah Irda dan Andi mengikuti rangkaian sesi tersebut, mereka mengalami perubahan positif. Mereka sepakat bahwa pengambilan keputusan terkait kebun kakao harus dilakukan bersama-sama. Irda juga mendapatkan pelatihan Gender Good Agricultural Practices sehingga dia lebih mengerti secara teknis tentang berkebun kakao. Kini mereka lebih sering diskusi dan memutuskan bersama terkait perlakuan kebun kakao, misalnya penambahan klon di kebun, penentuan jenis pupuk, serta mengingatkan waktu pemangkasan.

“Setelah ikut GAP, ternyata banyak hal kecil yang bisa dibantu dengan berkontribusi, misal memberi ide tambah klon dan mendukung suami, serta tidak cuek seperti dulu lagi. Baik saya maupun suami lebih terbuka lagi pemikirannya setelah ikut GAP,” tutur Irda.
Irda juga menjadi lebih terbuka dalam pengelolaan keuangan rumah tangga. Ia bercerita, dulu ia harus cermat dalam mengelola keuangan sehinga semua kebutuhan bisa tercukupi. “Ketika ada uang yang diberikan oleh bapak, saya sendiri yang membagi-bagi untuk beberapa kebutuhan seperti pendidikan anak, kebutuhan sehari-hari, dan tabungan,” ungkap Irda.
“Kami mendapatkan pelatihan agar keuangan rumah tangga dikelola secara transparan dan bisa diakses bersama. Saat ini, ibu sudah selalu menginformasikan kepada bapak. Begitu pula bapak proaktif menanyakan, sehingga baik pemasukan maupun pengeluaran selalu kami diskusikan bersama. Saat ini, urusan keuangan untuk pertanian lebih lancar,” lanjut Irda.
“Tidak susah lagi nego untuk dana pembelian pupuk. Walaupun mahal, langsung disetujui karena ibu sekarang paham tentang teknis pertanian kakao sehingga pengambilan keputusan pengeluaran uang lebih lancar,” kata Andi.
“Kami tidak pernah berdiskusi tentang visi dan misi keluarga. Namun dengan pelatihan GALS ini, kami menyadari bahwa penting untuk menciptakan tujuan keluarga, termasuk di dalamnya pembagian peran dan keterlibatan yang seimbang antara suami dan istri dalam pengambilan keputusan, baik dalam kegiatan produktif, reproduktif, maupun sosial. Kami berharap rencana aksi bersama dapat terlaksana dan terjadi perubahan sehingga keluarga bahagia dapat terwujud,” ungkap Andi.