Bergerak dalam Keterbatasan, Tantangan Meningkatkan Cakupan Vaksinasi di Komunitas Disabilitas Pekalongan

Cerita Program

Merry Maryam (45) tak akan pernah lupa peristiwa yang ia alami sembilan tahun lalu. Ia jatuh terpental ke aspal usai sepeda motor yang ia kendarai menghantam lubang jalan. Tak disangka, dari belakang muncul truk yang lantas melindas kaki kanannya hingga putus. Waktu itu Merry tidak pingsan dan masih bisa melihat semuanya. Ia bahkan masih bisa memungut kaki kanannya dari tengah jalan.

Usai kecelakaan Merry dirawat selama 37 hari di rumah sakit. “Saat dirawat, saya sudah mempersiapkan diri untuk menghadapi dunia luar yang pasti akan berbeda. Sebelum menjadi difabel, saya telah memiliki banyak teman difabel. Saya melihat banyak dari mereka diperlakukan sebelah mata. Oleh karena itu, saat saya menjadi difabel pada tahun 2013 tersebut, saya sempat bingung, saya tidak ingin dipandang sebelah mata karena saya juga masih berdaya dan mampu,” ungkap Merry.

Namun dunia yang dihadapi Merry ternyata berkata lain. Usai keluar dari rumah sakit dan kembali bekerja di hotel, ibu dari tiga anak ini justru mendapat perlakuan diskriminatif dari rekan kerjanya. Ia bahkan diberhentikan meski kontrak kerjanya belum selesai.

Meski sempat berkecil hati, namun tidak ada kata menyerah dalam kamus Merry. Dukungan dari suami, anak, keluarga, dan sahabat turut membantunya tetap optimis menghadapi dunia barunya. Ia pun mulai aktif dalam berbagai komunitas dan organisasi difabel, baik di dalam maupun di luar kota, dan bertemu banyak sahabat sepenanggungan.

“Bagaimanapun ini adalah dunia kedua saya. Saya harus bisa mengerti dan memahami, disabilitas adalah sesuatu yang tidak ingin kita alami, tetapi jika sudah terjadi, kita harus berani menghadapi dan menjalani,” ungkap Merry.

Saat ini, Merry dipercaya sebagai ketua komunitas Sahabat Difabel Kota Pekalongan. Komunitas ini awalnya didirikan oleh Noviana Dibyantari pada tahun 2015 di Kota Semarang. Dia prihatin atas pemenuhan hak-hak penyandang disabilitas yang terpinggirkan. Hingga kini, Sahabat Difabel tersebar di berbagai kota di Indonesia, termasuk Pekalongan.

Sahabat Difabel Kota Pekalongan adalah satu dari 24 komunitas dan organisasi yang berkolaborasi dengan AIHSP (Kemitraan Australia Indonesia untuk Ketahanan Kesehatan) melalui Save the Children dan Migrant Care, bekerja sama dengan pemerintah daerah, untuk meningkatkan cakupan vaksinasi COVID-19 di Kabupaten Pekalongan. Program percepatan vaksinasi COVID ini dilakukan pada paruh kedua tahun 2022 dengan target 27.800 orang dapat tervaksinasi.

Menurut Merry, salah satu tantangan dalam meningkatkan cakupan vaksinasi COVID-19 di antara penyandang disabilitas adalah mereka sulit meluangkan waktu karena harus bekerja. Hal ini disebabkan karena tidak sedikit penyandang disabilitas yang harus hidup dengan mengandalkan pendapatan harian.

“Teman-teman difabel di sini kalau diajak vaksin, mereka itu perlu meluangkan waktunya satu hari. Oleh karena itu, pendapatannya pada hari tersebut berpotensi hilang karena tidak bisa bekerja penuh sepanjang hari. Bagi sebagian dari mereka, kalau hari ini mereka tidak kerja, mereka tidak bisa masak,” ungkap Merry.

Karena itu, Merry pun tidak bisa memaksa mereka untuk ikut vaksin. “Kalau alasannya seperti itu, saya tidak bisa memaksa. ‘Mangga nek njenengan (silakan kalau anda) pas libur atau pas ada kesempatan, silakan gabung vaksinasi sama kami. Misalnya njenengan (anda) masih berat dengan pekerjaan, nggih mangga (ya silakan), nanti suatu saat pasti ada kesempatan untuk vaksinasi.’ Jadi saya tidak mau memaksa karena ini urusan dapur mereka,” ungkap Merry mengulang perkataannya kepada kawan-kawannya.

Selain itu, tantangan lain adalah rumor di masyarakat bahwa vaksin itu berbahaya dan bisa mendatangkan penyakit, bahkan kematian. “Pernah suatu waktu saya disalahkan, ‘gara-gara mbak Merry suruh vaksin ini saya jadi sakit.’ Padahal sakitnya tidak ada hubungannya dengan vaksin, jadi saya harus bisa sabar,” ungkap Merry seraya tertawa.

Di tengah segala keterbatasan, Merry tidak pernah lelah untuk mengajak teman-teman disabilitas agar bersedia divaksin. Bermodalkan motor roda dua yang dimodifikasi jadi roda tiga, ia kerap mendatangi dan menemui mereka satu persatu di rumah masing-masing. Dengan berbincang secara langsung, Merry berharap mereka dapat lebih memahami tujuan dan pentingnya vaksinasi.

“Kalau tidak seperti itu, susah soalnya. Pernah satu kali, saya mendatangi teman difabel di rumahnya, dia janji akan datang ke lokasi vaksinasi untuk divaksin. Namun saat hari vaksinasi, ternyata dia tidak datang, jadi saya datangi lagi rumahnya. Sampai di rumahnya, saya sama sekali tidak dibukakan pintu, dia takut divaksin rupanya,” ungkap Merry seraya tertawa.

Meski menghadapi berbagai tantangan, Merry berharap agar teman-teman disabilitasnya bisa mendapatkan vaksinasi COVID-19 dengan baik. Pada dasarnya, vaksin tidak hanya bentuk kepedulian atas kesehatan diri sendiri, tetapi juga bentuk kepedulian atas kesehatan sesama, agar penyeberan COVID-19 dapat dicegah dan dihentikan.

 

Merry Maryam (45), ketua komunitas Sahabat Difabel Kota Pekalongan.
(Dok. Pribadi)

Bagikan Artikel Ini

Skip to content scroll to top button