Bertepatan dengan Hari Air Sedunia yang diperingati setiap tanggal 20 Maret, Child Campaigner wilayah Jawa Barat berinisiatif untuk menyelenggarakan diskusi dengan anak-anak di Desa Banjaran Wetan, Kab. Bandung yang tinggal di wilayah pertanian. Diskusi ini bertujuan untuk bertukar pikiran tentang krisis iklim dan resiko yang dapat terjadi di wilayah tempat tinggal mereka dan bagaimana peran anak-anak agar dapat terlibat dalam usaha-usaha mengurangi dampak buruk dari krisis iklim.
Desa Banjaran Wetan terletak di kaki Pegunungan Malabar dan sebagian besar penduduk bekerja sebagai petani. Mengandalkan mata air yang terdapat di wilayah tersebut, awalnya para penduduk belum menerapkan sistem pemberdayaan air seperti membangun bendungan untuk memastikan persediaan air tercukupi. Hal ini membuat masyarakat bergantung pada pergantian musim hujan dan kemarau ketika mengolah lahan dan menyesuaikan jenis tanaman pangan yang akan mereka tanam.
Perubahan iklim membuat terjadinya anomali cuaca yang berdampak pada ketidaksesuaian penjadwalan proses produksi pertanian masyarakat. Hal tersebut berpengaruh pada kualitas dan kuantitas produksi pertanian. Musim penghujan yang berkepanjangan beresiko pada gagal panen dan proses penanaman tidak bisa dilakukan apabila musim kemarau terjadi lebih awal.


Kondisi kekeringan panjang pernah terjadi dan membuat masyarakat memperebutkan aliran mata air untuk kebutuhan sehari-hari. Hal ini menggerakan kelompok Pemuda Desa Banjaran Wetan mengoptimalisasi kembali mata air melalui pembangunan bendungan, atau oleh masyarakat sekitar dikenal dengan “Situ Cimeuhmal”. Bendungan ini menjaga kestabilan debit air dan sistem pengelolaannya diterapkan melalui pembangunan penampungan air, sistem irigasi dan sistem distribusi dengan menggunakan pipa.
Pembukaan lahan oleh warga desa tanpa menggunakan perhitungan yang tepat berpotensi menimbulkan longsor dan banjir bandang karena menyebabkan wilayah hutan menjadi gundul. Untuk meningkatkan kesadaran dan pengetahuan masyarakat terkait konservasi air yang sedang digagas, maka disaat yang bersamaan dijalankan juga sosialisasi tentang pentingnya menjaga kelestarian hutan agar wilayah tangkapan air menjadi lebih efektif.
Ahmad, salah satu pengurus aktif dari kelompok pemuda, menjelaskan bahwa Situ Cimeuhmal saat ini merupakan suatu monumen bagi Desa Banjaran Wetan dan menekankan bahwa yang utama adalah keberlanjutan keterlibatan masyarakat untuk terus menjaga wilayah tangkapan air di kawasan hutan. Oleh karenanya kelompok pemuda menyadari bahwa semua rekam jejak kerja mereka tidak akan terjaga apabila anak-anak tidak mulai mengenal pentingnya konservasi air sejak dini.


Berdasarkan hal tersebut, Child Campaigner berinisiatif untuk membangun jejaring dengan anak-anak di Desa Banjaran Wetan untuk membuat kampanye anak terkait pentingnya terlibat dalam usaha-usaha pelestarian lingkungan, khususnya dalam hal konservasi air. Suara anak-anak menjadi hal penting yang perlu disampaikan pada masyarakat dan tokoh setempat agar dampak dari krisis iklim yang pernah dirasakan sebelumnya dapat terantisipasi. Saat ini anak-anak di desa tersebut telah menikmati buah pekerjaan para pemuda sebelumnya yang telah membangun sistem pemberdayaan air, namun bukan tidak mungkin pembangunan yang akan terus terjadi seiring berjalannya waktu dan pengelolaan lahan yang tidak bijaksana akan menimbulkan masalah baru di kemudian hari.
Anak-anak perlu bersuara atas hak mereka atas kehidupan di lingkungan yang nyaman dan Lestari di masa yang akan datang. Melalui gerakan Aksi Generasi Iklim, anak-anak di Desa Banjaran Wetan akan siap berkontribusi dan terlibat dalam usaha-usaha menjaga kelestarian lingkungan desa, menyebarkan gaya hidup yang ramah lingkungan sejak usia anak dan menyuarakan pandangan dan harapan untuk mengurangi dampak buruk dari krisis iklim.