“Dulu, kakeknya Hanum* merokok di rumah. Setelah tahu (risiko Pneumonia), tidak lagi merokok di sekitar rumah,” kata Sri, ibunya.
Hanum* (2) adalah anak ketiga dari Sri (35) yang aktif dan ceria. Ia selalu senang ketika ibunya mengajak ke Posyandu dan bermain di taman. Salah satu kesukaan Hanum adalah makan buah pisang yang ia dapat setelah imunisasi.
Pagi itu di Posyandu, senyum menghiasi wajah Hanum, yang sesekali menyeka ingus di hidungnya. Berbeda dengan kedua kakaknya, Hanum kerap mengalami batuk-pilek dan enggan makan selama sakit. Hal ini membuat Sri khawatir karena berat badan anaknya menurun.
“Kalau sedang sakit, dia tidak mau makan, sampai turun berat badannya. Saya khawatir. Saya coba kasih makan apapun, dia tidak mau,” ungkap Sri.
Saat ikut kegiatan Posyandu beberapa waktu sebelumnya, Sri baru mengetahui bahwa berat badan Hanum berada di garis merah dalam grafik pertumbuhan. Artinya, kondisi Hanum mendekati kurang gizi. Sri sempat bingung dan cemas. Ia pernah mencoba berbagai obat-obatan tradisional agar Hanum kembali makan. Sampai akhirnya, Roji’ah, seorang kader Posyandu, mengajak Sri untuk mengikuti sesi edukasi dari Save the Children.
Save the Children Indonesia dengan dukungan Charles Monat Associates berupaya mengurangi kasus Pneumonia anak melalui komitmen program Fighting Against Childhood Penumonia (FACP). Sesi edukasi kepada orang tua adalah salah satu pilar dari program FACP untuk mendorong perilaku hidup bersih dan sehat di rumah. Mulai dari cuci tangan pakai sabun, membersihkan rumah, meningkatkan ventilasi rumah, dan membuat area rumah dan lingkungan anak bebas asap rokok.
Melalui sesi edukasi ini, Sri mendapatkan pengetahuan baru dalam membujuk anak makan ketika sakit. Sri belajar untuk membuat makanan pengganti, seperti bubur dan campuran sayur agar mudah dicerna oleh anak. Asupan lain seperti suplementasi vitamin dan buah-buahan juga dianjurkan untuk menambah nafsu makan anak.
Selain itu, Sri juga belajar tentang penyakit Pneumonia. Selama ini, ia mengira semua batuk dan pilek itu sama saja, entah karena cuaca ataupun minuman dingin. Setelah mengetahui penyebab dan gejala Pneumonia, Sri menyadari bahwa ia harus lebih peka dengan kondisi kebersihan di rumahnya. Ayahnya, kakek dari Hanum, sering merokok di sekitar rumah. Sri lantas meminta sang Kakek untuk tidak lagi merokok, setidaknya tidak di dekat Hanum.
“Saya ditanya, apa itu Pneumonia, apa yang dibahas. Pneumonia itu tidak boleh (rokok), itu infeksi paru-paru, saya bilang. Tahu dari mana, dia tanya. Belajar dari Posyandu, saya bilang,” ujar Sri.
Sesi edukasi yang Sri ikuti telah mengubah banyak hal dalam hidupnya. Ia kini lebih cermat mengamati kesehatan Hanum dan pemenuhan asupan gizinya. Ia yang sebelumnya hanya bergantung dengan obat-obatan tradisional, kini lebih sigap membawa anaknya ke Posyandu dan Puskesmas terdekat. Sri juga lebih sering mengingatkan keluarganya tentang Pneumonia dan kebersihan di rumah.
“Sebelum kami tahu istilah Pneumonia, cuma tahu batuk-pilek, batuk-pilek, obat tradisional saja. Kalau kami sudah tahu ini, mana bisa kami diam? Kami bawa ke Puskesmas. Kita harus waspada dengan lingkungan kita dan keadaan kita kalau terkena gejala. Harus imunisasi juga. Kalau sudah terkena panas, demam, saya langsung bawa ke Posyandu, ke Puskesmas,” kata Sri.
Saat ini, kondisi Hanum kian membaik. Sri mengungkapkan bahwa Hanum mulai makan dengan lahap meskipun sedang sakit. Sri juga memastikan bahwa tidak ada lagi asap rokok di sekitar Hanum dan rutin membersihkan rumah. Imunisasi Hanum sudah lengkap, namun Sri memastikan akan tetap membawa anaknya ke Posyandu atau Puskesmas jika mereka sakit.
*) Nama disamarkan untuk melindungi narasumber.