Pihak yang paling pantas dan berhak dalam menyuarakan isu-isu terkait anak adalah anak-anak itu sendiri. Melalui kegiatan Panca Sora pada 3 Maret lalu di Saung Angklung Udjo Bandung, anak-anak bersuara lewat pagelaran seni. Menampilkan pertunjukan tari tradisional, drama kabaret, musik tradisional angklung, hingga merilis lagu yang mereka compose secara mandiri.
Panca Sora sendiri diambil dari Bahasa Sunda. Panca berarti 5 dan Sora berarti suara yang maknanya menyuarakan 5 klaster hak anak yaitu klaster hak sipil dan kebebasan, lingkungan keluarga dan pengasuhan alternatif, kesehatan dasar dan kesejahteraan, pendidikan; pemanfaatan waktu luang; dan kegiatan budaya, serta perlindungan khusus.
Panca Sora juga dapat dimaknai sebagai penyampaian suara dengan memaksimalkan seluruh 5 panca indra melalui pagelaran seni yang ditampilkan. Apalagi, pagelaran seni ini bersifat inklusif dengan turut melibatkan anak disabilitas.
![](https://b2333988.smushcdn.com/2333988/wp-content/uploads/2024/03/Pagelaran-Panca-Sora-1-1440x960.png?lossy=1&strip=1&webp=1)
Mewakili anak dan orang muda yang tampil dalam pagelaran seni, Lutfi dan Nayla bercerita bahwa proses kreatifnya bersifat dua arah antara anak dan orang muda dengan fasilitator dari Save the Children. Proses diawali dengan berdiskusi menyampaikan keresahan-keresahan yang dirasakan langsung oleh anak dan orang muda di Bandung.
“Salah satunya tentang informasi layak anak dan juga perkawinan anak. Sampai sekarang masih banyak yang ngasih dispensasi nikah untuk anak. Tadi kami tampilkan dampak negatifnya melalui drama kabaret. Bagaimana perkawinan anak berdampak terus-menerus dalam membentuk kepribadian buruk anak,” jelas Lutfi dan Nayla.
Kini, mereka berharap agar pemangku kebijakan yang turut hadir sebagai undangan pada pagelaran Panca Sora dapat menindaklanjuti isu-isu yang ditampilkan. Apalagi, terang Lutfi dan Nayla, respons yang diberikan oleh hadirin cukup berbeda dengan respons yang pernah diberikan saat dahulu mereka menyampaikan isu anak secara formal melalui pembacaan poin-poin.
![](https://b2333988.smushcdn.com/2333988/wp-content/uploads/2024/03/Pagelaran-Panca-Sora-7-1440x960.jpg?lossy=1&strip=1&webp=1)
“Model Panca Sora ini bisa mengilhami proses pembangunan nasional,” sebut Pribudiarta Nur Sitepu, Deputi Bidang Pemenuhan Hak Anak Kementrian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) yang turut hadir dalam pagelaran Panca Sora.
Lebih lanjut, Pribudiarta juga mengapresiasi inisiatif dan inovasi anak-anak tersebut. Ia mengatakan, suara anak seharusnya pararel dengan perencanaan pembangunan nasional. Apalagi, hal tersebut dimandatkan dalam UUD pasal 28/56 yang berbunyi setiap anak memiliki hak dasar untuk tumbuh, berkembang, dan terlindungi.
Priabudiarta menyampaikan, penting mewujudkan pasal tersebut dalam praktik kehidupan karena nyatanya, 30% populasi masyarakat Indonesia merupakan anak-anak.
“Masalahnya, kita kadang tidak mendengar suara kelompok rentan, disabilitas, bahkan anak. Ini gak terekam oleh pembangunan nasional. Apa sih pandangan anak dalam membangun kota? Individu anak bukan orang dewasa dalam bentuk mini. Anak punya kebutuhan berbeda sesuai siklus hidup dari masih bayi sampai remaja,” jelasnya.
“Anak bisa jadi pelopor dan pelapor kesejahteraan anak. Kita (KemenPPA) belum maksimal. Kita ingin suara anak yang autentik yang benar-benar suara anak. Bapak-bapak sekalian (tamu undangan), ini jangan sampai hilang,” tegas Priabudiarta.
Sementara itu, Pj Wali Kota Bandung Bambang Tirtoyuliono mengatakan bahwa saat ini Bandung sedang menyusun Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) Kota Bandung, dan salah satu topiknya terkait perlindungan dan pemberdayaan anak.
Sejak 2 tahun lalu, jelas Bambang, anak-anak telah dilibatkan dalam proses perencanaan pembangunan. Saat itu prosesnya adalah mereka diberikan ruang untuk sampaikan aspirasi dan dituangkan dalam berita acara yang ternyata masih belum cukup.
“Kota Bandung adalah gudang seni dan budaya. Saung Udjo adalah salah satu sarana. Untuk Musrenbang tahun ini, gagasan panca sora adalah pelopor nasional. Momentum hari ini tidak berlebihan. Aspirasi dari anak-anak bisa diserap dan besok lusa saat Musrenbang bisa diaktualisasi dalam proses perencanaan pembangunan RKPD 2025,” jelas Bambang.
Persiapan pagelaran Panca Sora sendiri telah berjalan selama kurang lebih 7 bulan. Save the Children Indonesia melalui program GENPEACE bekerja sama dengan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Pemerintah Kota Bandung, dan Saung Angklung Udjo menciptakan model alternatif penyampaian suara anak melalui pendekatan seni budaya, dengan tujuan musyawarah perencanaan pembangunan kota lebih ramah anak.
Didukung oleh Mobile Arts for Peace (MAP) – University of Lincoln dan King College London, Save the Children mendampingi tiga puluh anak untuk menggali permasalahan yang dihadapi anak di Kota Bandung, serta gagasan yang ingin disuarakan melalui Musrenbang Kota Bandung. Anak – Anak yang terlibat merupakan gabungan dari Forum Anak Kota Bandung serta 8 kelompok anak lainnya di Kota Bandung.
![](https://b2333988.smushcdn.com/2333988/wp-content/uploads/2024/03/Pagelaran-Panca-Sora-4-1440x960.jpg?lossy=1&strip=1&webp=1)
![](https://b2333988.smushcdn.com/2333988/wp-content/uploads/2024/03/Pagelaran-Panca-Sora-3-1440x960.png?lossy=1&strip=1&webp=1)
![](https://b2333988.smushcdn.com/2333988/wp-content/uploads/2024/03/Pagelaran-Panca-Sora-2-1440x960.png?lossy=1&strip=1&webp=1)
Interim CEO Save the Children Indonesia, Dessy Kurwiany Ukar, menjelaskan bahwa yang berhak menentukan diri mereka adalah anak itu sendiri. Anak berhak dilibatkan dalam pengambilan keputusan sesuai dengan Konvensi Hak Anak Pasal 12 tentang Keterlibatan Anak.
Save the Children pun senantiasa berkomitmen mendukung anak dan orang muda berpartisipasi dalam pengambilan keputusan. Penyampaian suara anak melalui seni budaya diharapkan dapat menciptakan model alternatif yang lebih ramah anak.
“Mengenai apa yang terbaik dan seharusnya diterima anak-anak, semoga dapat diadaptasi pemerintah pusat dan daerah melalui instrumen seni budaya. Ini bukan akhir dari perjalanan kami dalam memperkuat partisipasi anak. Ini semangat baru menempatkan anak sebagai aktor dari pembangunan,” pungkas Dessy.