Melindungi Masa Depan Anak-Anak Melalui Transportasi Umum yang Berkelanjutan di Kota

Opini

Perluasan jalan dan pembangunan infrastruktur perkotaan sering kali membawa dampak tak terduga. Kehilangan ruang terbuka hijau dan interaksi sosial publik, serta penggusuran trotoar, menjadi konsekuensi yang harus diterima untuk menampung lonjakan kendaraan bermotor, terutama kendaraan pribadi.

Ini tidak hanya mengancam keaslian lingkungan kota, tetapi juga kualitas hidup penduduk. Karena itu, kebijakan tata ruang kota dan transportasi harus menekankan perlunya menjaga kualitas udara dan ruang publik yang sehat. Namun, sering kali kebijakan cenderung memprioritaskan pembangunan infrastruktur yang menguntungkan bisnis daripada memperhitungkan dampak sosial, ekonomi, dan lingkungan yang lebih luas.

Secara ekonomis, masyarakat merasakan dampaknya melalui hilangnya produktivitas akibat kemacetan, biaya tinggi penggunaan bahan bakar, dan biaya perawatan kendaraan yang melonjak. Perencanaan tata ruang yang kurang terstruktur serta pelanggaran terhadap kebijakan yang ada turut memperburuk pencemaran udara di perkotaan.

Penilaian dari lembaga-lembaga seperti Bank Dunia, Asian Development Bank (ADB), dan data dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan menyoroti dampak sosial yang signifikan dari kebijakan tata ruang dan transportasi yang inkonsisten. Kelompok rentan seperti anak-anak, kelompok masyarakat miskin, orang tua, dan penyandang disabilitas menjadi yang paling terpukul.

Solusi seperti Manajemen Permintaan Transportasi (TDM), yang mendorong penggunaan pajak kendaraan dan bahan bakar untuk meningkatkan transportasi umum, telah diusulkan untuk mengurangi ketergantungan pada kendaraan pribadi. Inisiatif ini, seperti koridor busway dan MRT dan LRT di Jakarta, menunjukkan langkah positif menuju transportasi yang lebih berkelanjutan dan inklusif. Memang belum sempurna, namun merupakan langkah yang baik untuk selanjutnya diletakkan dalam system transportasi yang terintegrasi dan melayani antar wilayah yang masuk dan keluar kota Jakarta, yang perwujudannya dapat dilaksanakan secara konsisten.

Pembangunan infrastruktur jalan yang lebih mengutamakan kendaraan pribadi dapat meningkatkan lalu lintas dalam jangka pendek dan panjang serta mengancam ruang terbuka hijau dan permukiman di pinggiran kota. Dalam menghadapi tantangan ini, diperlukan upaya terpadu untuk menjaga lingkungan perkotaan tetap berkelanjutan dengan kebijakan tata ruang yang bijaksana dan pengembangan kawasan hijau yang berkelanjutan.

Kekhawatiran terakhir adalah bahwa kehilangan ruang untuk fungsi sosial dapat mengasingkan kelompok rentan dari interaksi dan dukungan sosial yang mereka butuhkan. Oleh karena itu, perbaikan infrastruktur perkotaan harus mempertimbangkan kesejahteraan seluruh lapisan masyarakat, khususnya mereka yang paling rentan.

Dengan menerapkan kebijakan yang holistik dan inklusif, Indonesia dapat meminimalkan kerugian ekonomi dan meningkatkan kualitas hidup warga kota secara keseluruhan. Ini bukan hanya tentang melindungi lingkungan, tetapi juga memenuhi kebutuhan manusia akan ruang yang aman, sehat, dan berkelanjutan. Semoga dapat terwujud!. (Ari Mochamad – SC IDN)

scroll to top button