Mendapatkan pekerjaan dan penghasilan adalah tantangan baru dan berbeda bagi mereka yang telah lulus sekolah, terlebih bagi orang muda dengan disabilitas. Alisya (18) dan Lutfi (19), keduanya lulusan Sekolah Luar Biasa (SLB) di Jawa Barat, juga menghadapi tantangan itu. Mereka sempat ragu, apakah mereka betul-betul siap bekerja, apakah tersedia cukup peluang pekerjaan bagi orang dengan kondisi khusus seperti mereka?
Alisya memiliki kesulitan pendengaran atau hard of hearing (HOH). Kondisi ini tidak membatasi pergerakan Alisya yang lincah. Selama sekolah, Alisya kerap mewakili sekolahnya dalam perlombaan atletik cabang lari dan lompat jauh. Cocok dengan perawakan tubuhnya yang mungil dan tangkas. Alisya juga sering membantu teman-temannya, termasuk adik kelas, dalam kegiatan dan mata pelajaran.
Seperti siswa kelas 12 SMA pada umumnya, Alisya mulai memikirkan rencana setelah lulus dari sekolah. Ia sempat merasa dilema. Senang karena berhasil menuntaskan pendidikan, tetapi juga ragu dalam kesiapan kerja. Alisya paham, kecil kesempatannya untuk masuk ke dunia kerja karena banyak instansi belum memberikan peluang yang adil bagi orang dengan disabilitas.
Lutfi, disabilitas tuli, juga merasakan kekhawatiran tersebut. Saat sekolah, Lutfi tidak percaya diri untuk bisa mendapatkan pekerjaan. Meskipun dikenal aktif berkegiatan di sekolah, ia cenderung berdiam di rumah. Ia merasakan stigma negatif dari masyarakat di lingkungan tempatnya tinggal, sehingga ia merasa rendah diri dan lebih nyaman berada di rumah.
Menyiapkan Diri Menyusuri Jalan di Depan Mata
Pada tahun 2023, sekolah Alisya dan Lutfi bekerja sama dengan IBU Foundation dan Save the Children untuk Program Skills to Succeed (S2S). Program ini memberikan pelatihan kesiapan kerja bagi remaja dan orang muda dengan disabilitas. Bagi Alisya dan Lutfi, program ini bak hembusan angin segar yang menghalau keraguan.
Mereka mengikuti sejumlah kegiatan peningkatan kapasitas, seperti pelatihan Social Emotional Learning (SEL), pelatihan komputer, pelatihan organisasi melalui Youth Advisory Council (YAC), serta pelatihan komunikasi dan advokasi.

Setelah mengikuti pelatihan Social Emotional Learning, Alisya mempunyai visi yang lebih jelas tentang masa depannya. Dia bercita-cita untuk menjadi seorang pengusaha dan melanjutkan pendidikan ke tingkat universitas.
Alisya juga mengikuti pelatihan komputer di salah satu lembaga pelatihan di Bandung. Ia sangat antusias saat memperoleh pengetahuan baru. Mentornya mencatat kemampuan Alisya untuk dengan cepat memahami konsep-konsep baru, memungkinkannya untuk menyelesaikan tugas secara efisien dan membantu rekan-rekannya dalam memahami tugas mereka.
Selain kesiapan kerja, Skills to Succeed (S2S) juga memberikan peluang program kewirausahaan bagi orang muda disabilitas bersama dengan orang tua mereka. Pihak sekolah merekomendasikan Alisya dan orang tuanya untuk mengikuti program ini. Mereka mengambil peluang tersebut untuk mengembangkan salah satu hobi dan ketrampilan Alisya, yaitu kuliner.
“Alisya mulai menggali jiwa kewirausahaannya dengan membuka usaha kuliner,” kata Taufik, tim program dari IBU Foundation.
Alisya mendapat pendampingan dari Kamar Dagang dan Industri Indonesia (KADIN). Setelah itu, ia menyusun proposal bisnis berbekal ketrampilan komputer yang telah ia pelajari. Singkat cerita, Alisya berhasil mendapatkan modal usaha dari Save the Children melalui program lain, yaitu Program BESTARI. Ia menerima modal sekitar Rp1,7 juta dan ia gunakan untuk membeli peralatan dan bahan untuk memulai bisnis kuliner.
“Senang waktu jualan laku, dibeli teman-teman dan guru-guru. Tetangga juga beli. Dibilang, tambah bikin snack juga. Rasanya (aku) kayak dapat motivasi dari situ,” kata Alisya bersemangat.
Percaya Diri Menghadapi Kesempatan Baru
Seperti Alisya, Lutfi juga menjadi lebih percaya diri setelah mengikuti pelatihan Social Emotional Learning. Melalui Skills to Succeed, Lutfi mengikuti praktik kerja lapangan (PKL) di luar lingkungan sekolah untuk pertama kalinya. Pada akhir tahun 2023, Lutfi mendapatkan panggilan kerja paruh waktu di salah satu perusahaan ritel besar di Indonesia. Perusahaan ritel ini juga baru pertama kali memperkerjakan orang muda dengan disabilitas setelah ada kerja sama pelatihan dengan Program Skills to Succeed.

Lutfi memanfaatkan peluang tersebut untuk menerapkan berbagai pengetahuan dan keterampilan dari program. Misalnya, menyusun riwayat kerja atau resume yang menarik dan menghadapi wawancara kerja.
Akhirnya, ia mendapatkan kontrak kerja paruh waktu untuk tiga bulan dengan opsi perpanjangan bila kinerja dan kontribusinya baik. Sampai sekarang, perusahaan telah memperpanjang kontraknya sebanyak tiga kali dan mereka puas dengan loyalitas, kedisiplinan, dan dedikasi Lutfi. Ia juga menerima upah sesuai standard daerah yang ditetapkan pemerintah.
“Aku sangat senang bisa mengikuti (pelatihan) ini. Aku belajar banyak dan jadi pede (percaya diri). Bisa ikut PKL di luar, sampai dapat kerja,” ungkap Lutfi.
Alisya dan Lutfi telah berdaya dalam menyingkirkan keraguan dan menghadapi tantangan memasuki dunia kerja. Dengan dukungan berbagai pelatihan kesiapan kerja dan akses kepada peluang-peluang baru, mereka bisa mengembangkan diri menjadi lebih baik. •