Krisis Iklim, Sisa Makanan Pengaruhi Pemanasan Global

Ketika Sahabat sekeluarga selesai menyantap hidangan makan malam, apakah masih banyak sisa makanan yang akhirnya masuk tong sampah? Kebiasaan tidak menghabiskan hidangan itu ikut menyebabkan bertambahnya sampah makanan di dunia serta menambah masalah ketahanan pangan dan nutrisi global. Tumpukan limbah pangan tersebut juga turut menjadi penyebab pemanasan global dan perubahan iklim di bumi. 

Pengelolaan rantai pasokan pangan dan pola konsumsi yang lebih baik tentu akan mengurangi volume sampah pangan dan membantu upaya mitigasi menghadapi krisis iklim. Pasalnya, masalah lingkungan dan krisis iklim juga berdampak serius pada anak-anak di seluruh dunia. Save the Children turut berpartisipasi dengan menginisiasi gerakan Aksi Generasi Iklim sebagai wadah bagi anak-anak memberikan suara mereka dalam solusi menghadapi krisis iklim. 

Sampah makanan adalah seluruh bahan organik atau material layak makan yang hilang atau terbuang dalam rangkaian rantai pasokan pangan. Limbah itu bisa muncul mulai dari tahap produksi agrikultur, proses penyimpanan dan distribusi hasil panen ke konsumen. Bahan pangan layak konsumsi yang terbuang di tangan konsumen akibat pengolahan yang keliru dan perilaku konsumtif buruk –  seperti tak menghabiskan hidangan yang sudah diambil dan membuangnya ke tong sampah – juga menambah tumpukan sampah makanan. 

Sekitar sepertiga dari total makanan yang diproduksi di dunia setiap tahun berakhir di tempat sampah, sebagian bahkan sudah terbuang sebelum disajikan di meja makan. Jumlah ini setara dengan sekitar 1,3 miliar ton bahan pangan  –  buah, sayur, daging, produk susu, boga bahari (seafood), dan serealia – yang seharusnya cukup untuk memenuhi kebutuhan setiap orang yang kekurangan gizi di bumi. Setiap tahun, kerugian akibat sampah pangan mencapai USD 990 miliar, sebanyak USD 680 miliar di antaranya dialami negara-negara industri maju. 

Limbah pangan juga menjadi masalah besar di Indonesia. Jumlahnya mencapai hampir 40 persen dari seluruh sampah yang diproduksi masyarakat Indonesia. Kondisi ini menjadi ironi mengingat sekitar 8,3 persen penduduk Indonesia atau sekitar 22,4 juta orang masih kekurangan pangan. 

Hasil studi kolaborasi Pemerintah Indonesia dan Foreign Commonwealth Office dari Inggris menunjukkan jumlah limbah pangan di Indonesia pada periode 2000-2019 sekitar 23-48 juta ton per tahun. Artinya, setiap orang membuang makanan berkisar 115-184 kilogram dalam setahun. Padahal jumlah makanan sebanyak itu bisa memenuhi kebutuhan makan hingga 125 juta penduduk. 

Kerugian ekonomi akibat lenyapnya bahan pangan tersebut bisa mencapai Rp 551 triliun per tahun. Jumlah ini setara 4-5 persen pendapatan domestik bruto Indonesia. Emisi gas rumah kaca sampah makanan Indonesia mencapai 1.702,9 megaton ekuivalen karbon dioksida (CO2eq). Karena itulah pemerintah Indonesia membangun strategi penanganan sampah, termasuk mengurangi hingga 30 persen limbah makanan, melalui pengelolaan sampah rumah tangga. 

Selain menjadi isu kemanusiaan, limbah pangan memicu masalah lingkungan. Saat kita membuang makanan artinya kita juga menyia-nyiakan energi dan air yang digunakan untuk menumbuhkan, memanen, menyimpan, mengemas dan mendistribusikan bahan pangan tersebut. Padahal sepertiga energi yang digunakan manusia berasal dari pembangkit listrik berbahan bakar fosil

Pembangkit-pembangkit konvensional itu memproduksi emisi karbon yang berbahaya bagi kesehatan dan lingkungan. Meningkatnya emisi karbon itu bakal menambah volume gas-gas rumah kaca yang ikut memicu peningkatan suhu permukaan bumi dan risiko perubahan iklim. 

Limbah pangan yang menumpuk dan membusuk di tempat pembuangan sampah menghasilkan gas metana – salah satu gas rumah kaca yang lebih berbahaya dari karbon dioksida. Limbah makanan menyumbang 8-10 persen emisi karbon yang memicu pamanasan global pada periode 2010-2016. Jika perilaku membuang-buang makanan bisa dihentikan, diperkirakan 6-8 persen emisi gas rumah kaca akibat aktivitas manusia dapat dikurangi

Praktik tidak membuang-buang makanan juga bisa berdampak positif pada upaya meningkatkan ketahanan pangan keluarga dan masyarakat. Dengan ikut mengelola bahan pangan yang dimiliki dan mengurangi timbunan sampah makanan, Anda juga bisa berkontribusi pada upaya global untuk mengurangi dampak pemanasan global dan perubahan iklim. 

Sahabat bisa melakukan sejumlah hal sederhana untuk membantu mengurangi dampak lingkungan akibat sampah pangan di rumah. Berikut sejumlah tip yang bisa Anda manfaatkan sekaligus ajarkan kepada anak-anak untuk mengurangi sampah makanan: 

  1. Buat perencanaan makan

Menyusun menu makanan sehat, misalnya dalam sepekan, untuk keluarga, akan membantu Sahabat dalam membeli bahan pangan yang dibutuhkan. Anda juga bisa membahas menu makanan bersama anak. 

  1. Hanya membeli pangan yang dibutuhkan

Pergi ke pasar atau supermarket tanpa perencanaan menu makanan malah bisa membuat Anda kebingungan. Alih-alih membeli bahan pangan yang diperlukan, Anda bisa membeli lebih banyak bahan yang tidak dibutuhkan. Pada akhirnya Anda justru menghamburkan uang lebih banyak. 

Sahabat juga bisa membantu mengurangi polusi dari rantai distribusi pangan yang panjang sekaligus membantu bisnis komunitas dengan membeli bahan pangan dari petani lokal. 

  1. Jangan ragu mengkonsumi buah atau sayur yang sedikit cacat

Buah atau sayuran yang penampilan luarnya jelek, akibat terlalu matang atau kesalahan pengemasan, sering kali dibuang. Anda tak perlu khawatir, sebab kandungan gizi dan rasanya sama saja dengan buah atau sayuran yang penampakannya lebih mulus. Anda jadi bisa menjajal kreatifitas memasak memanfaatkan makanan seperti ini yang bisa dibuat menjadi campuran jus, smoothies, atau desserts

  1. Simpan makanan dengan baik

Optimalkan ruang penyimpanan, termasuk lemari pendingin dan freezer, yang Sahabat miliki. Anda bisa juga memanfaatkan kontainer kedap udara untuk menyimpan makanan lebih baik. Atur tempat penyimpanan sesuai dengan waktu pembelian mahan makanan: produk lama diletakkan di bagian depan dan produk yang baru dibeli bisa ditaruh di sisi belakang ruang penyimpanan. 

  1. Periksa label makanan

Sebagian besar produsen makanan sudah mencantumkan tanggal produksi, kedaluarsa, dan komposisi bahan pangan dalam kemasan. Sahabat sebaiknya memeriksa label-label itu sebelum membeli dan disesuaikan dengan kebutuhan makan keluarga. Demi kesehatan keluarga, terutama anak-anak, sebaiknya hindari membeli makanan yang mengandung bahan pengawet buatan atau tambahan gula dan garam yang berlebihan. 

  1. Makan dengan porsi kecil

Mengkonsumsi hidangan dalam porsi kecil membantu Anda dalam mengontrol asupan makanan. Hal ini mengurangi risiko makanan tak habis dan berakhir di tong sampah. Jika makan di restoran, jangan langsung lapar mata sehingga tak lagi memperhatikan porsi makanannya. Porsi besar bisa dibagi-bagi untuk dikonsumsi bersama-sama. 

  1. Manfaatkan makanan sisa

Jika Anda tak bisa menghabiskan bahan pangan atau makanan dalam satu waktu, sisanya bisa disimpan atau dibekukan untuk dikonsumsi atau digunakan sebagai bahan campuran masakan di kemudian hari. 

  1. Olah sisa makanan menjadi kompos

Alih-alih dibuang begitu saja ke tong sampah, limbah pangan – sisa potongan sayuran dan buah serta hidangan masak – bisa diolah menjadi pupuk organik. Sahabat bisa mengajarkan anak tentang pentingnya mengelola pangan dan limbah makanan dengan membuat kompos sederhana untuk kebun keluarga. Hal ini bisa mengurangi jejak karbon sekaligus memberikan nutrisi kembali ke bumi. 

Selain tips mengajarkan anak dalam mengelola pangan dan mengurangi sampah makanan di atas, Anda juga dapat berpartisipasi dalam Aksi Generasi Iklim  yang dibuat Save the Children. Untuk mengembangkan kampanye ini, Anda dapat berbagi cerita bersama anak dan keluarga di rumah dalam menyiapkan dan mengelola pangan melalui media sosial TikTok dan Instagram.

Skip to content scroll to top button