Layaknya film, kisah Recky Jakobis Nggebu kita analogikan sebagai petualangan. Recky, sapaan akrabnya, sebenarnya lulus mengantongi gelar sarjana arsitektur. Namun sejak November 2023, ia memulai petualangannya di dunia pengembangan masyarakat yang secara khusus berfokus pada pemenuhan hak-hak anak. Ia bekerja sebagai staf komunikasi di Yayasan Jaringan Peduli Masyarakat (JPM), mitra Save the Children untuk Program BISA (Better Investment for Stunting Alleviation) di Nusa Tenggara Timur.
Bertualang dalam pemenuhan hak-hak anak menjadi opsi yang tepat bagi Recky. Pilihan ini membuat ia tidak perlu meninggalkan bidang aslinya dalam dunia arsitek. Kini ia pun bekerja secara ganda di dua bidang sekaligus. Nine to five di kantor JPM, dan malam hari lanjut bergumul dengan deadline yang berkaitan dengan bidang arsitektur. Namun, cara bekerja tersebut bisa jadi lebih ekstra sibuk lagi ketika ada kegiatan yang mengharuskannya terjun langsung ke lapangan, atau bertemu dengan penerima manfaat.
“Kalau Sabtu sama Minggu itu kesempatan yang pas. Banyak waktu yang saya pakai untuk bekerja di bidang saya (sebagai staf JPM), tanpa saya harus meninggalkan saya punya profesi lama. Saya lebih kepada, mau merasakan hal yang berbeda,” jelasnya.
Justru, momentum yang membuat Recky terjun dalam dunia pengembangan masyarakat adalah saat ia tengah menjalankan pekerjaannya di bidang arsitektur. 2019 lalu, ia bergabung ke dalam salah satu project Kementerian PUPR dan bertugas melakukan survei lapangan ke Kabupaten Timor Tengah Selatan. Sambil menjalani tugasnya itu, sisi kritisnya tergelitik saat ia melihat langsung kondisi beberapa desa memiliki akses yang sulit dijangkau.
Recky memiliki kesan yang sangat baik terhadap warga desa yang ditemuinya, mereka sangat baik dan secara tidak langsung menenangkan Recky. Ada kehidupan berbeda yang dimiliki warga desa dibanding warga di kota. Dari momen tersebut panggilan dan ketertarikan itu datang. Apalagi, ia memang senang berinteraksi dengan orang baru dan menyambangi tempat-tempat baru.
“Saya ini orangnya seperti suka travelling juga. Jadi saya melihat bahwa kalau bekerja di JPM, kayak LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat) begini, kita pasti akan berinteraksi dengan orang di luar, di tempat-tempat yang tidak terlalu (sering) terekspos hingga mempelajari sistem baru. Seperti satu hal yang menarik dan bisa saya ikuti juga pelajari,” jelas Recky.
Karena itu, langkah yang ditempuhnya saat ini pun tidak pernah disebut sebagai langkah untuk berpindah dari arsitek ke bidang kemanusiaan. Lagi, ia sebut dengan bertualang mencari pengalaman berbeda.
“Kita kan hidup ini bertualang. Tidak hanya (berhenti) di satu tempat saja,” sebutnya.
‘Petualangan’ sebagai mitra dalam menjalani Program BISA Save the Children juga menjadi momen krusial bagi Recky karena semakin banyak potensi yang ia temukan dalam dirinya. Salah satunya pasca mengikuti kegiatan lokakarya yang diberikan Save the Children pada awal Oktober 2023 lalu. Ia pun bisa dengan lancar menceritakan detail ilmu baru yang didapatnya dalam pelatihan dua hari tersebut.
“Seperti langsung tiba-tiba saya tersadar bahwa, oh ternyata cara kita wawancara orang itu tidak langsung kita ketemui orangnya, tunjukkan kita punya kamera segala macam. Kita berusaha dulu membuat narasumber jadi santai dan terbiasa dengan kita. Itu ilmu baru,” jelas Recky.
Lebih lanjut, ia bercerita bahwa kini ia dapat lebih memahami ilmu tentang public speaking. Bertemu dengan banyak dan beragam orang baru membuat ia mau tak mau melatih dan menggali kemampuan bicaranya. Tidak sekadar bicara, namun juga dapat menyampaikan konteks dari pembicaraan yang berlangsung, agar pihak lawan bicara dapat menerima konteksnya secara utuh dan tepat. Di akhir komunikasi, ada umpan balik positif dari kedua belah pihak.
Prinsip dalam berkomunikasi itulah yang memberikan perasaan haru terhadap Recky. Ketika pergi ke tempat yang ditujunya saat bekerja dan melaksanakan tugasnya, di situlah Recky melihat langsung bahwa pengabdiannya selama ini membuahkan hasil. Cerita-cerita baik yang ia sebarkan, termasuk informasi edukasi yang ia bantu sebarkan kepada para penerima manfaat menimbulkan perasaan bangga dan puas. Ternyata, sebut Recky, kreasi dan pekerjaannya dapat bermanfaat.
“Melihat mereka ada senyum bahagia, saya sudah senang sekali. Saya turut membantu timbulkan senyum itu, meskipun hanya melalui liputan yang saya lakukan. Kita sering pergi tapi tidak hanya foto-foto terus kita diam. Pasti kita ada interaksi sedikit. Kita tanya-tanya dengan orang tuanya, bercanda gurau dengan anaknya juga,” jelas Recky.
“Itu kayak ada rasa bangga, rasa puas begitu. Yang penting sudah mengabdi, bahasanya terlibat, dengan lembaga yang memberikan perubahan positif ke pihak yang membutuhkan,” pungkasnya. •