Beradaptasi Menghadapi Krisis Iklim bersama Orang Muda Kabupaten Bandung

Cerita Program

Kabupaten Bandung adalah salah satu wilayah rawan bencana di Indonesia. Menurut Kajian Risiko Bencana Bandung oleh BNPB, lebih dari 66% kejadian bencana di wilayah ini merupakan bencana yang dipengaruhi oleh perubahan curah hujan dan peningkatan suhu. Kekeringan, banjir, puting beliung, kebakaran hutan, dan longsor adalah beberapa di antaranya. Dampak perubahan iklim dan bencana akan mempengaruhi mata pencaharian keluarga serta pemenuhan hak-hak anak, termasuk kesehatan dan pendidikan.

Kabupaten Bandung menjadi salah satu lokasi super prioritas untuk ketahanan iklim di sektor pertanian dalam Kebijakan Pengembangan Ketahanan Iklim tahun 2020-2025 yang dirilis oleh Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas). Kabupaten Bandung juga menghadapi risiko kondisi basah dan kering yang ekstrem.

Save the Children bersama LPBI NU (Lembaga Penanggulangan Bencana dan Perubahan Iklim – Nahdlatul Ulama) Provinsi Jawa Barat hadir dengan Program Adaptasi Perubahan Iklim Berbasis Masyarakat atau Community-based Climate Change Adaptation (CBCCA) di Kabupaten Bandung. Tujuannya meningkatkan ketangguhan iklim anak-anak dan masyarakat untuk mengurangi risiko dan dampak negatif perubahan iklim, serta membangun lingkungan yang memungkinkan mereka untuk menjadi aman dan terlindungi.

Dalam pelaksanaanya, program ini mendorong para orang muda, sebagai bagian dari masyarakat, untuk memberikan partisipasi bermakna. Mulai dari proses tata kelola pembangunan terkait iklim, hingga memfasilitasi pihak otoritas untuk memadukan adaptasi perubahan iklim ke dalam sistem tata kelola pemerintahan.

“Program ini melibatkan orang muda karena orang muda adalah generasi iklim dan mereka merasakan dampak yang lebih besar untuk krisis iklim. Menjadi penting para pemuda mengetahui dan memahami isu krisis iklim. Mereka sebagai agen perubahan akan bisa ambil peran untuk melakukan aksi adaptasi perubahan iklim,” jelas Hernowo Poetranto Johanes Bermans, Manajer Program CBCCA di Save the Children Indonesia. 

Selain melakukan mitigasi terhadap perubahan iklim, adaptasi pun dipilih sebagai langkah tepat bagi para orang muda yang bekerja sebagai agen perubahan. Apalagi dampak perubahan iklim sudah, sedang, dan akan terus terjadi.

“Kalau kita tidak beradaptasi maka kita akan terus merasakan dampak negatif dari risiko krisis iklim,” sebut Hernowo.

Sebagai orang muda di Desa Rancamanyar, Chandra Dwi Septian selaku Wakil Ketua Karang Taruna Rancamanyar dan Mia Citra Resmini mewakili Kader Desa Rancamanyar, pun menggambarkan situasi kekeringan di desanya.

Keberhasilan para orang muda dari Desa Rancamanyar dalam tahapan identifikasi tersebut, terjadi karena adanya Pelatihan Mandiri serta Kajian Risiko Bencana dan Adaptasi Perubahan Iklim.

“Di kehidupan sehari-hari itu kekeringan, panas yang berlebih. Kalau misalkan airnya mulai surut, kita harus menunggu beberapa menit sampai beberapa jam untuk airnya muncul lagi,” jelasnya.

Chandra pun menyoroti kondisi lingkungan di desanya yang sudah sangat jarang ditemukan pohon. Di desanya, saat ini sedang hangat pembangunan perumahan yang secara otomatis menggerus lahan, menghilangkan pepohonan, sehingga memperparah kejadian bencana. Saat basah menjadi sangat basah dan saat kering menjadi sangat kering.

“Saya pengin masyarakat melek dengan ini (tidak ada pohon) dan mereka sadar kita butuh pohon. Tidak perlu penanaman pohon di lahan luas, minimal 1 pohon di rumahnya,” ajaknya.  

Sementara itu, Mia Citra Resmini, salah seorang Kader Desa Rancamanyar, menjelaskan tentang dampak-dampak yang dirasakan masyarakat akibat bencana yang disebabkan perubahan iklim.

“Dampaknya akses jalan terhambat. Mau pergi kerja, mau pergi antar sekolah, jadi terhambat karena akses jalannya terkena bencana (banjir, luapan air dari parit),” jelas Mia.

“Kekeringan seperti sekarang menyebabkan banyak petani yang biasanya di sawah, karena sawahnya kering, beralih mata pencaharian. Ada yang berkebun dan lain-lain,” lanjutnya.

Ke depannya, program akan berlanjut dari identifikasi menuju penyusunan dokumen kajian risiko bencana. Dokumen ini akan digunakan sebagai acuan rencana adaptasi perubahan iklim.


Segenap tim Save the Children dan mitra mengucapkan turut berbela sungkawa dan terima kasih atas dedikasi yang diberikan mendiang Mia Citra Resmini dalam mewujudkan Desa Tangguh Bencana. Doa terbaik untuk Mia dari tim Save the Children dan anak-anak Indonesia. Selamat jalan, Kak Mia.

Teks: Susmita Eka Putri, Purba Wirastama
Foto: Save the Children

Bagikan Artikel Ini

Skip to content scroll to top button